Chat with us, powered by LiveChat

Senin, 27 Maret 2023

Hadiah spesial



Bu Kustiyah memutuskan untuk menghadiri resepsi pernikahan anak Pak Harg. Tidak mungkin. Apapun rintangannya. Harga apapun. Ini sudah menjadi niatnya sejak lama. Hari itu ketika Tuan Gi akan man-tu atau mengunduh-a man-tu, dia akan datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Ekspresikan kegembiraan. Menunjukkan bahwa ia tetap menghormati Pak Git meski zaman sudah berubah.

Bu Kus sering bercerita kepada tetangganya bahwa Pak Hargi adalah atasannya yang sangat ia hormati. Ia juga mengatakan bahwa Pak Gi adalah pejuang sejati. Termasuk mereka yang berjuang membangun negeri ini. Meski Bu Kus hanya bekerja di dapur, dia senang dan bangga bisa melawan Pak Gig.

Namun, menurut Bu Kusi, banyak hal berubah setelah kembali ke ibu kota Jakarta. Pak Hargi ditugaskan di center dan Bu Kus mendengar kabar tentang dia hanya sesekali. Waktu terus berlalu tanpa kontak. Kisruh sebelum dan sesudah Gestapo seakan memperlebar jarak antara Kalasan dan Jakarta. Kejatuhan orde lama dan kebangkitan orde baru memperkuat peran Pak Gi di pemerintahan pusat. Dan itu artinya komunikasi langsung antara Bu Kusi dan Pak Gi berturut-turut ditutup. Sebab, dalam kata-kata Bu Kusi, “seperti cita-cita, ada ikatan yang tidak bisa diputus”.

“Dulu, mimpi ini sering kami diskusikan dengan gerilyawan lain,” kenang Bu Kus. "Dan dalam situasi seperti itu, ketika orang lain memimpikan betapa indahnya meraih kemenangan, Pak Gi sering menekankan bahwa perjuangan melawan kemiskinan dan kebodohan sama pentingnya dengan perjuangan melawan kembalinya Belanda." Meski Bu Kus masih merasa dekat dengan Pak Gig, ternyata setelah lebih dari tiga puluh tahun tidak bertemu, dia juga ingin bernostalgia dan bertemu langsung dengannya. Oleh karena itu, ketika mendengar kabar bahwa Pak Gi akan menikahkan putrinya, Bu Kus merasa inilah kesempatan yang tepat untuk bertemu dengannya.

Setelah makan siang, setelah makan siang, Bu Kus tidak betah lagi berdiam diri di rumah. Ada pakaian di dalam tas kulit yang sudah disiapkannya sejak kemarin saat dia mengambilnya. Juga kantong plastik besar berisi berbagai macam oleh-oleh untuk anak cucu Jakarta. Ketika Bu Kus merasa senang dengan masalah kecil ini, dia pun memerintahkan pembantunya untuk memanggil kereta untuk membawanya ke stasiun kereta. Belum jam tiga, tapi Bu Kus sudah duduk di peron. Padahal kereta ekonomi ke Jakarta baru berangkat jam enam sore. Terburu-buru meninggalkan rumah akhirnya membuatnya semakin cemas. Aku ingin secepatnya ke Jakarta dan menjabat tangan Pak Gi.

Bicara tentang kenangan indah masa lalu di dapur bersama. Dari nasi yang harus disajikan setengah matang, dari kurir Natimin yang pandai menyamar, dari Nyai Kemuning, warga Tangsi, yang mewujudkan impian bujangan. Ah, banyak sekali cerita lucu yang tidak akan pernah bisa dilupakan, meski berada dalam roda waktu.

Peluit kereta mengagetkan Bu Kusi. Dia segera bangkit dan buru-buru naik ke kereta.

"Nyonya berikutnya! Baru saja lewat!" kata petugas itu. Tapi Bu Kus sudah berdiri di peron. "Pokoknya, aku akan sampai ke Jakarta!" kata Bu Kus dengan letih. "Nomor tempat duduknya belum diatur, Bu!" kata petugas itu.

"Pokoknya, aku punya tiket!" jawab Bu Kus.

Dan memang, setelah melalui penderitaan yang sangat panjang, Bu Kus akhirnya tiba di Jakarta. Putrinya Wawuk kaget setengah mati saat melihat ibunya muncul di depan rumahnya di pagi hari setelah turun dari taksi sendirian. "Ibu itu ceroboh! Kenapa kamu tidak memberitahuku dulu?" tanya Wawuk.

“Saya bilang lewat telegram saya mau datang” jawab Bu Kus. “Tapi ibu tidak menyebutkan tanggal pastinya,” kata Wawuk pelan.

"Yang penting aku sudah sampai!" kata Bu Dimana. "Bukan begitu bu. Kalau sudah pasti, kita jemput ibu di stasiun."

"Aku tidak ingin diganggu. Lagipula, aku sudah takut akan melewatkan resepsi menantu Tuan Gi. Ini juga salahmu karena tidak menyebutkan tanggal yang benar dalam surat itu."

"Ya Tuhan! Apakah Anda ingin datang ke resepsi?"

“Kau sendiri yang memberitahuku bahwa Tuan Gi ingin menjadi menantu.”

"Mengapa ibu tidak mengatakan itu dalam surat?"

"Sebenarnya, tidak perlu menyatakan apapun."

"Bukan begitu, Bu." Wawuk sendiri ragu melanjutkan perkataannya. "Bu kan... gak diundang?"

“Nah, kalau tidak pakai ajakannya, apa ditolak?”

"Ya enggak, tapi siapa tahu nanti tempat duduknya dibagi mana yang VIP dan mana yang pengunjung biasa."

“Ah, ini seperti menonton wayang orang menggunakan semua VIP.”

“Namun, yang jelas saya sendiri tidak tahu persis di mana, pada hari apa, jam berapa resepsi itu berlangsung. Saya tahu rencana pernikahan telah terdengar dari kiri dan kanan."

"Suamimu satu kantor dengan Pak Giga. Bukankah sudah waktunya mengundangmu?"

"Bukan kantor, Bu. Departemen. Toh Mas Totok itu pegawai biasa, jauh di bawah Pak Gi. Bahkan bukan bawahan langsung. Jadi ya, saya enggak bisa cari tahu. Apalagi undangan bertebaran." ”

"Bisakah kamu bertanya?"

Wawuk menghela nafas agak keras.

"Ingat, Vuk." Bu Kus berbicara dengan suara berat. - Saya datang jauh-jauh ke Jakarta, yang penting datang ke pernikahan anak Pak Harg. Yang lain tidak."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tempat Wisata Di Daerah Garut

 Tempat Wisata Di Daerah Garut   Tempat Wisata Di Daerah Garut  Garut adalah sebuah kota di Jawa Barat yang memiliki keindahan alam yang men...